MAKASSAR, Salah satu Yayasan Luhur kremasi Jenazah di Makassar sedang menjadi sorotan oleh LBH LIRA Sulawesi Selatan setelah diduga melakukan kremasi terhadap mayat seorang Tenaga Kerja Asing (TKA) PT. IMIP Morowai asal China tanpa mengikuti prosedur yang benar. Kasus ini juga diduga melanggar Undang-Undang Keimigrasian yang berlaku di Indonesia.
Menurut informasi yang beredar yayasan tersebut diduga mengabaikan prosedur resmi yang seharusnya ditempuh untuk menangani jenazah warga negara asing. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas dan etika dari tindakan yayasan ini tersebut.
Salah satu aspek yang memicu perhatian dari LBH LIRA Sulsel adalah pemecatan seorang staf yayasan inisial VN yang bertugas sebagai staf accounting diberhentikan sepihak pada tahun 2021 setelah mempertanyakan kelengkapan dokumen jenazah kepada pimpinan yayasan. Tindakannya yang berani ini diduga tidak disukai oleh pihak yayasan karena menyangkut nilai bayaran besar atas jasa kremasi yang tidak dicantumkan dalam pembukuan yayasan, yang kemudian pimpinan yayasan inisal BP memutuskan untuk memecat staf nya itu.
Kasus ini telah mengundang reaksi keras dari pantauan LBH LIRA setelah VN membutuhkan pendampingan perlindungan hukum, terutama terkait dengan dugaan pelanggaran HAM internasional dan terhadap Undang-Undang Keimigrasian. DPD LBH LIRA Sulsel menyerukan agar pihak berwenang segera melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini karena termasuk kategori pelanggaran HAM Internasional.
Ketua DPD LBH LIRA Sulsel Ryan Latief dalam pernyataannya saat diwawancarai oleh awak media menjelaskan bahwa "Jenazah Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China dari PT. IMIP Morowali, data dan dokumennya tidak lengkap, bahkan tidak adanya lapoaran polisi, hasil forensik jenazah, dokumen visa, paspor, surat keterangan kedubes asal negara jenazah tersebut, sehingga data jenazah dikaburkan oleh pihak jasa kremasi Yayasan makassar. Hal tersebut akan kami laporkan tindak pidana keimigrasian dan pidana KUHP Ketenagakerjaan asing. Ironisnya salah satu staf yang mempertanyakan dokumen jenazah tersebut saat tiba di rumah kremasi malah dipecat oleh pihak Yayasan.
Kemudian eks staf didampingi LBH LIRA mengadukan hal tersebut ke Polda Sulsel pada tanggal 24 November 2025, membuat laporan resmi dengan Nomor : STTLP / 1227 / XI /2025 / SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN. Karena merasa dirinya terancam karena diteror dan dicemarkan nama baiknya via telepon yang akhirnya eks staf depresi dan kehilangan pekerjaannya sejak bulan Juli 2021. Bahkan eks staf VN menjalankan kehidupannya sejak tahun 2020 hingga saat ini merasa tidak nyaman depresi psikologi karena mendapatkan ancaman teror.
Selanjutnya Ryan Latief juga menegaskan bahwa "Setiap tindakan yang melibatkan warga negara asing harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pelanggaran terhadap prosedur ini tidak hanya mencoreng nama baik yayasan, tetapi juga dapat mengakibatkan sanksi hukum yang serius dan termasuk kejahatan HAM Internasional. " tegasnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap hukum dalam setiap tindakan yang melibatkan prosedur keimigrasian dan penanganan jenazah, terutama yang berkaitan dengan warga negara asing," tambahnya.
Tindakan menghilangkan identitas jenazah TKA dan melakukan kremasi tidak sesuai prosedur dapat dijerat dengan beberapa pasal KUHP, dan pelanggaran UU 123 no 6 tahun 2011 pasal 75 nomor 18 Tahun 2017 dan tindak pidana KUHP
- Pasal 263 KUHP : Pemalsuan dokumen, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
- Pasal 266 KUHP : Pembuatan surat palsu, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
- Pasal 322 KUHP : Penghilangan barang bukti, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Yayasan belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan ini. Namun pihak LBH LIRA Sulsel masih menunggu tindakan dan klarifikasi dari yayasan, serta langkah-langkah yang akan diambil oleh pihak berwenang untuk menegakkan hukum dan keadilan.
#Tim Media