Postingan

Pimpinan PA Wilayah kabupaten Gayo Lues Raja Praak Berseru Usut Tuntas Dugaan Pemalsuan tanda tangan Dana Hibah KONI Gayo Lues 2024

 





Gayo Lues — merah putih:20/10/2025:11:27 wib



Di negeri yang dikenal dengan sebutan Seribu Bukit, semestinya semangat sportifitas dan kejujuran tumbuh subur bersama udara sejuknya. Namun kini, semangat itu seolah meredup. Dugaan penyelewengan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Gayo Lues tahun 2024 senilai Rp1,2 miliar mengguncang kepercayaan publik.


Yang lebih mengejutkan, muncul kabar adanya pemalsuan tanda tangan dalam dokumen pencairan dana hibah tersebut—sebuah praktik yang bukan hanya menodai administrasi publik, tapi juga berpotensi menjadi tindak pidana berat.


Di tengah riuh kabar itu, satu suara rakyat mencuat paling keras: Saniman, tokoh masyarakat Gayo Lues yang akrab dijuluki Raja Praak. Dengan gaya khasnya yang lantang dan tanpa basa-basi, ia menyerukan agar Aparat Penegak Hukum (APH) tidak berhenti pada pemeriksaan formalitas semata.“Kalau benar ada pemalsuan tanda tangan, itu bukan sekadar soal salah hitung atau salah administrasi. Itu kejahatan yang merusak marwah olahraga dan nama baik daerah. Hukum harus tegak, tanpa pandang bulu,” tegas Saniman, yang juga menjabat Pimpinan Partai Aceh Wilayah (PA) Kabupaten Gayo Lues, Senin (20/10).


Dana hibah KONI sejatinya adalah bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap pembinaan olahraga sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Setiap rupiah dana hibah wajib digunakan sesuai petunjuk teknis (juknis) dan dipertanggungjawabkan secara transparan.


Namun laporan dari lapangan menunjukkan adanya kejanggalan. Sejumlah tanda tangan pada dokumen disebut tidak pernah ditandatangani oleh yang bersangkutan. Bahkan, muncul dugaan bahwa proposal dan laporan pertanggungjawaban dibuat secara rekayasa administratif, hanya untuk memenuhi syarat pencairan dana hibah.


Seorang sumber internal KONI yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa beberapa dokumen penting “berbeda” antara versi arsip dan versi yang diserahkan ke dinas.“Ada nama dan tanda tangan yang aneh. Orangnya bilang tidak pernah menandatangani, tapi di dokumen ada. Ini sudah masuk ke wilayah pemalsuan,” ujar sumber tersebut.


Dalam hukum, tindakan ini diatur tegas. Pasal 263 KUHP menyebut, pemalsuan surat dapat diancam pidana penjara hingga enam tahun. Bila dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari keuangan negara, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001.


Sebagai Pimpinan Partai Aceh, Saniman alias Raja Praak menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa dibiarkan. Ia menyebut dana hibah adalah amanah publik, bukan “ladang pribadi” bagi oknum tertentu.“Kita boleh berbeda partai, berbeda posisi, tapi uang rakyat tidak boleh dipermainkan. Jangan main api di dana publik, karena yang terbakar nanti bukan cuma anggaran, tapi juga kepercayaan masyarakat,” ujarnya geram.


Menurutnya, olahraga seharusnya menjadi wadah pembentukan karakter, tempat anak muda belajar jujur, disiplin, dan berjuang. “Ironis kalau justru pengelolanya yang bermain curang,” tambahnya.


Saniman mendesak Kejaksaan Negeri Gayo Lues bekerja profesional, memanggil semua pihak yang terlibat, termasuk pejabat dinas terkait.“Jangan hanya berhenti di pemeriksaan saksi. Kalau ada bukti kuat, tetapkan tersangka. Rakyat sudah jenuh menunggu kebenaran,” tegasnya.


Penyelidikan dugaan penyimpangan dana hibah ini sudah dimulai sejak awal Oktober 2025. Sejumlah saksi dari pihak KONI dan Dinas Pemuda dan Olahraga telah dimintai keterangan. Namun hingga kini, belum ada nama yang ditetapkan sebagai tersangka.


Padahal, publik berharap kasus ini bisa menjadi momentum bersih-bersih di tubuh organisasi olahraga. Dana hibah bukan angka kecil bagi daerah seperti Gayo Lues. Ia adalah “bahan bakar” bagi atlet muda yang masih berlatih di lapangan tanah, bermodalkan semangat dan mimpi.


Sayangnya, mimpi itu kerap kandas di tangan birokrasi. Banyak atlet mengeluh minimnya fasilitas dan dana pembinaan. Sementara laporan keuangan KONI justru menunjukkan anggaran besar telah terserap.“Bagaimana mau maju kalau uang pembinaan saja diduga dikorupsi? Ini penghinaan bagi para atlet yang berjuang mengangkat nama daerah,” ucap Saniman.


Kehadiran Saniman sebagai kader politik dalam isu ini memberi warna berbeda. Ia tak hanya berbicara sebagai warga, tapi juga sebagai bagian dari sistem politik lokal yang memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga transparansi anggaran.“Sebagai kader Partai Aceh, saya berdiri di pihak rakyat. Kami tidak ingin olahraga di Gayo Lues dikotori oleh kepentingan pribadi. Ini bukan urusan partai, ini urusan nurani,” ujarnya.


Pernyataan itu ternyata senada dengan sikap pimpinan Partai Aceh (PA) Gayo Lues, yang melalui pernyataan resminya juga mendukung desakan agar APH menuntaskan kasus dugaan pemalsuan tanda tangan dan penyalahgunaan dana hibah KONI.“Partai Aceh menegaskan, setiap penyalahgunaan dana publik harus diusut hingga tuntas. Bila benar ada pemalsuan dokumen dan penyimpangan anggaran, kami minta penegak hukum menindak siapa pun yang terlibat, tanpa pandang jabatan atau kedekatan politik,” ujar Ketua PA Gayo Lues dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi.


Pernyataan itu memperkuat posisi Raja Praak di garis depan perjuangan moral ini. Ia menyuarakan kegelisahan yang sama dengan masyarakat bawah: kejujuran kini terasa mahal di tengah rutinitas birokrasi yang membosankan.


“Kalau praktik semacam ini terus dibiarkan, maka olahraga akan mati sebelum bertanding,” kata Saniman.


Masyarakat kini menunggu langkah nyata aparat hukum. Penyelidikan harus transparan, hasilnya diumumkan ke publik, dan tidak boleh berhenti pada pihak bawah. Sebab, dalam kasus seperti ini, pemalsuan tanda tangan biasanya hanyalah “puncak gunung es” dari jaringan penyalahgunaan anggaran yang lebih luas.“Kita ingin lihat keberanian Kejaksaan. Jangan sampai rakyat berpikir hukum hanya untuk yang lemah. Kalau benar ada bukti, buka semua, seret siapa pun yang terlibat,” tegas Raja Praak.


Saniman menegaskan, kasus ini akan terus ia kawal hingga tuntas. Sebagai tokoh yang dikenal keras dalam menyoroti kebijakan daerah, ia menyatakan tidak akan diam jika ada upaya mengaburkan fakta.“Saya tidak akan berhenti bicara. Kebenaran harus sampai, biar sekeras apa pun perlawanan,” katanya menutup pembicaraan.


Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan dan penyalahgunaan dana hibah KONI Gayo Lues tahun 2024 bukan hanya soal hukum. Ini soal moralitas dan kepercayaan publik yang semakin tipis.


Di tengah keterbatasan daerah, rakyat menuntut satu hal sederhana: kejujuran.

Karena dari kejujuran lahirlah prestasi, dan dari kebohongan hanya lahir kehancuran.


Dan di lembah sunyi Gayo Lues, suara itu masih terdengar lantang dari mulut Raja Praak:“Usut tuntas! Jangan biarkan olahraga mati karena pemalsuan dan kebohongan. 

(5411180)

Posting Komentar