Coring Limbung, 9 Desember 2025 — Lembaga Adat Kerajaan Bajeng (LAKB) memperingati Milad ke-II sejak pendiriannya pada 9 Desember 2023. Peringatan yang digelar di The Nest Kerajaan Bajeng ini berlangsung khidmat, menampilkan perpaduan unsur adat, spiritualitas, dan refleksi historis keluarga besar pewaris Kerajaan Bajeng.
Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Kunniati, SPd.I dari Pondok Tahfidz Qur’an Nur Az Zahra Amalia, dilanjutkan doa oleh H. Nazaruddin Abdan Karaeng Narang Gallarrang Bontomaero. Ketua panitia pelaksana, Kurniandy SP, menyampaikan laporan kegiatan sekaligus apresiasi atas dukungan berbagai pihak dalam penyelenggaraan Milad tahun ini.
*Upaya Pemulihan Tradisi dan Kelembagaan Adat*
LAKB dibentuk melalui musyawarah 37 Anrong Tau yang mewakili rumpun keluarga pewaris Kerajaan Bajeng. Pada 9 Desember 2023, pengukuhan Raja Bajeng XIX, Drs Abd Kahar Pattola Daeng Siala Karaeng Loe Ri Bajeng II, dilaksanakan bersamaan dengan pelantikan Anrong Tau dan susunan pengurus LAKB.
*Pada usia dua tahun, sejumlah perkembangan dicatat LAKB, antara lain:
20 dari 37 Anrong Tau telah dikukuhkan,
8 komunitas rumpun keluarga resmi terbentuk,
*kehadiran undangan eksternal meningkat menjadi 26 lembaga dan komunitas,
lima karangan bunga ucapan dukungan disampaikan oleh berbagai pihak, termasuk keluarga H. Pattola Daeng Bali, TVS Motor, dan sejumlah komunitas keluarga adat.
Selaku tuan rumah, Karaeng Bali menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat serta berharap momentum ini memperkuat kebersamaan keluarga besar Bajeng.
*Paparan Sejarah Kerajaan Bajeng*
Sekretaris Umum LAKB, Ahmad Baso Karaeng Tenreng, memaparkan sejarah singkat Kerajaan Bajeng sejak masa pemerintahan Karaeng Loe Ri Bajeng (1500–1530 M). Ia menyinggung dinamika pada awal abad ke-19, termasuk penetapan 33 Anrong Tau oleh Karaeng Mambani (Raja Bajeng XVI) dan pembubaran Kerajaan Bajeng oleh Kerajaan Gowa pada 1826.
Penjelasan juga mencakup pemindahan Balla Lompoa dari Bungung Barania ke Kutulu pada 1830 dan ke Limbung pada 1835. Menurutnya, pemahaman sejarah secara menyeluruh penting agar pelestarian adat tidak hanya bertumpu pada cerita yang terputus.
“Semua dinamika adalah bagian dari perjalanan panjang masyarakat dan keluarga Bajeng,” ujarnya.
*Sikap LAKB atas Wacana Publik*
Raja Bajeng XIX, Drs Abd Kahar Pattola Daeng Siala, dalam sambutannya menyoroti dua isu yang kerap mencuat. Pertama, ia menegaskan keberadaan Kerajaan Bajeng berdasarkan tradisi lisan, simbol adat seperti bendera Jole-jolea, sumur Bungung Barania, serta makam raja-raja Bajeng.
Kedua, mengenai sikap LAKB terhadap Balla Lompoa, ia menyatakan LAKB tidak bergabung karena perbedaan fungsi. Menurutnya, Balla Lompoa berperan menjaga rumah adat dan pusaka, sementara LAKB merupakan lembaga pewaris sekaligus rumah besar pelestarian tradisi kerajaan.
Penasehat luar biasa LAKB yang juga Ketua Presidium Keraton Nusantara, Prof Dr H Muh Asdar, SE., MSi (Karaeng Tarru), menegaskan bahwa penetapan Raja Bajeng XIX dilakukan melalui pertimbangan adat, struktur genealogis, dan kajian sejarah.
Sementara itu, pembina Lembaga Adat Karaengta Data, Muh Haris Basri Karaeng Lewa, mengajak seluruh pihak menjadikan dinamika pendapat sebagai bagian dari proses pematangan adat, seraya menekankan pentingnya menjaga silaturahmi.
*Prosesi Pengukuhan dan Penutup Acara*
Rangkaian Milad dilanjutkan dengan pengukuhan Permaisuri Nursyamsi Karaeng Singara yang dipimpin Prof Dr H Muh Asdar. Setelah itu, Raja Bajeng XIX melantik pengurus LAKB dan menyerahkan anugerah gelar Karaeng kepada sejumlah tokoh adat.
Acara ditutup dengan penampilan Angngaru oleh Muh Agus Sadewa Daeng Dewa sebagai bentuk penghormatan kepada tradisi leluhur.
*Hadir dalam Acara*
Sejumlah organisasi adat, komunitas, dan unsur pemerintah menghadiri kegiatan ini, di antaranya:
Pemuda Panca Marga (PPM) Kabupaten Gowa
Bija Mangkasara’
Divisi Seni Budaya Mabes Kiwal Garuda Hitam MPW Sulsel
Tokoh masyarakat, aktivis, serta Kapolsek, Danramil, Camat Bajeng, dan Lurah Kalebajeng.
Kegiatan mendapat dukungan penuh dari Toa’ Oke’ Family dan Laskar Gerakan Pemuda Bajeng.
Acara ditutup dengan pesan adat:
“Manna bukuja kutete, Manna cerak kulimbang. Antakle tonja punna sirik natappelak.” — I Tolok Daeng Magassing.