Postingan

H. Rusli Diduga Menipu Wartawan dan Memalsukan Identitas, Tim Investigasi Sulsel Desak Penegakan Hukum Tegas

 

Bone, 22 Mei 2025 — H. Rusli kini menjadi pusat perhatian publik setelah diduga melakukan kebohongan dan pemalsuan identitas terhadap tim investigasi wartawan Sulawesi Selatan. Dalam keterangannya kepada awak media, H. Rusli mengaku sebagai keluarga dari pensiunan polisi AKBP (Purn.) H. Syamsul Alan, sambil memperlihatkan pesan WhatsApp yang belakangan terbukti tidak sah dan tidak pernah dikirim oleh yang bersangkutan.


Konfirmasi langsung kepada AKBP (Purn.) H. Syamsul Alan membantah klaim tersebut. Ia menyatakan bahwa namanya telah dicatut tanpa izin dalam peristiwa tersebut.

“Saya tidak pernah membuat pernyataan apa pun tentang H. Rusli, apalagi mengirim pesan WhatsApp seperti yang ditunjukkan. Nama saya dicatut. Ini tindakan pembohongan,” tegas Syamsul Alan kepada wartawan.


Tindakan H. Rusli ini dianggap telah melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, khususnya Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan:

"Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."

Selain itu, dugaan pemalsuan identitas juga dapat dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, yang menyebutkan bahwa siapa saja yang dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat dapat dipidana penjara hingga enam tahun.


Dalam pengakuannya, H. Rusli juga menuduh adanya permintaan uang sebesar Rp175 juta oleh wartawan. Namun, setelah dilakukan klarifikasi, tim investigasi memastikan bahwa tuduhan tersebut tidak mengarah kepada mereka. Dugaan kuat justru mengarah kepada oknum lain yang mengaku sebagai wartawan, dan diduga menghubungi H. Rusli melalui sambungan telepon.

“Kami dari tim investigasi tidak pernah meminta uang dalam bentuk apapun kepada H. Rusli. Justru kami sedang mengonfirmasi informasi soal sengketa tanah yang melibatkan dirinya,” ujar Ketua Tim Investigasi Sulsel.


Tim investigasi menyayangkan pernyataan H. Rusli yang dinilai menyesatkan dan merusak citra jurnalistik. Mereka menilai pernyataan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1), yang berbunyi:


“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan fungsi pers sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”


Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri H. Rusli, Andi Jaya, dan AKBP (Purn.) H. Syamsul Alan, tim investigasi mendapat permintaan agar pemberitaan dan penelusuran kasus dihentikan. Namun, tim menolak dengan alasan menjaga independensi dan etika jurnalistik.


Di sisi lain, H. Rusli juga tengah disorot atas dugaan keterlibatannya dalam pemalsuan tanda tangan terkait tanah warisan di Kabupaten Bone. Hal ini memperkuat dugaan adanya upaya sistematis untuk menguasai aset secara melawan hukum.

“Kami tidak akan tinggal diam. Wartawan tidak boleh dijadikan kambing hitam dalam persoalan ini. Kami akan menempuh jalur hukum untuk membersihkan nama baik kami,” tegas perwakilan tim investigasi.


Kasus ini menjadi pengingat bahwa profesi wartawan harus dihormati, dan siapa pun yang berusaha menghalang-halangi kerja jurnalistik harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Tim investigasi mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki dan menindaklanjuti kasus ini secara adil, transparan, dan profesional.


Hasil wawancara waketum aliansi pewarta merah putih(M Husain angkat bicara terkait tersebut akan membawa kerana hukum. 


Tim investigasi Sulsel

Posting Komentar