Makassar — Proses hukum terkait dugaan kerugian finansial yang dialami oleh Ibu Saliah (40) kembali menjadi perhatian publik. Usai mediasi dengan pihak Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I A Makassar tidak membuahkan hasil yang memuaskan, Ibu Saliah mengambil langkah tegas dengan mencabut kuasa hukumnya dan menunjuk pengacara baru.
Dalam konferensi pers yang digelar di sebuah warung kopi di kawasan Makassar pada Senin (28/4/2025), Wawan Nur Rewa selaku kuasa hukum baru Ibu Saliah, mengungkapkan sejumlah fakta yang memperjelas posisi hukum kliennya. Wawan menyatakan bahwa surat kuasa yang sebelumnya digunakan dianggap tidak sah karena tidak dilengkapi dengan materai sebagaimana disyaratkan, serta menyebut adanya dugaan ancaman terhadap kliennya yang berpotensi mempengaruhi jalannya proses hukum.
“Kami hadir di sini untuk menindaklanjuti perkara hukum yang menimpa Ibu Saliah, yang mengalami kerugian finansial cukup besar akibat tindakan oknum pegawai Lapas Kelas I Makassar berinisial RMS,” ujar Wawan di hadapan sejumlah awak media.
Menurut penuturan Wawan, peristiwa bermula ketika Saliah, atas arahan RMS, membuka usaha makanan di dalam lingkungan lapas. Seluruh modal berasal dari dana pribadi Saliah, namun pengelolaan transaksi dilakukan sepenuhnya oleh RMS. Dalam praktiknya, meskipun barang dagangan dibeli oleh narapidana maupun pihak sipil, hasil penjualan tidak pernah sampai kepada Saliah.
Saliah yang hadir langsung dalam konferensi pers tersebut membenarkan bahwa pada tanggal 26 April 2025 pukul 22.00 WITA, dirinya secara resmi mencabut surat kuasa dari pengacara sebelumnya dan kini mendapatkan pendampingan hukum dari Wawan Nur Rewa.
Dalam keterangannya, Wawan menegaskan bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, kerugian yang dialami oleh Saliah diperkirakan mencapai antara Rp80 juta hingga Rp90 juta, baik secara materiil maupun immateriil. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa somasi awal telah dilayangkan kepada pihak terkait sebagai bagian dari upaya penyelesaian hukum.
"Kami telah mengumpulkan bukti berupa transaksi, percakapan dengan narapidana, serta dokumen pendukung lainnya. Dugaan adanya pembiaran hingga keterlibatan aktif dalam pengelolaan dana oleh oknum pegawai cukup kuat," ujar Wawan.
Wawan juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan di dalam Lapas Kelas I Makassar, khususnya terkait penggunaan telepon genggam oleh narapidana yang memfasilitasi transaksi ilegal. Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan adanya kelemahan serius dalam penerapan aturan pembinaan di lembaga tersebut.
“Seharusnya lembaga pemasyarakatan menjadi tempat rehabilitasi sosial, bukan ajang mencari keuntungan pribadi oleh oknum tertentu. Fakta ini mencoreng tujuan dasar dari sistem pemasyarakatan yang kita junjung,” tegas Wawan.
Ia juga mempertanyakan efektivitas inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sulawesi Selatan, mengingat adanya praktik seperti ini yang luput dari pengawasan.
"Sering dilakukan sidak, namun praktik ilegal ini berjalan terus. Ada apa sebenarnya? Apakah ada keterlibatan pihak lain di balik ini?" sindir Wawan dengan nada kritis.
Dalam kesempatan tersebut, pihak kuasa hukum meminta agar Presiden Republik Indonesia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia turun tangan untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat serta memastikan pemulihan hak-hak Saliah atas kerugian yang dialaminya.
“Kami tidak hanya menuntut sanksi administratif, tetapi juga proses hukum pidana bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab. Kami siap menguji bukti-bukti yang kami miliki di hadapan aparat penegak hukum,” tambahnya.
Saliah dalam kesaksiannya juga menjelaskan bahwa sejak usaha dijalankan, tidak pernah ada pembayaran sesuai dengan skema bagi hasil yang sebelumnya dijanjikan. Pembayaran yang diterimanya hanyalah dalam bentuk tunai langsung dari pembelian kecil-kecilan.
“Pada awalnya ada perjanjian bahwa keuntungan usaha akan dibagi setelah tiga bulan berjalan. Namun, sampai hampir empat bulan, saya tidak pernah menerima laporan keuntungan maupun bagi hasil sebagaimana kesepakatan,” ungkap Saliah.
Ia juga menekankan bahwa seluruh modal yang digunakan untuk membuka usaha tersebut berasal dari tabungan pribadinya, bukan dari bantuan pihak lain.
Mengakhiri konferensi pers, Wawan Nur Rewa menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, baik demi mendapatkan keadilan bagi kliennya maupun sebagai upaya memperbaiki sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan di Indonesia.
“Kami tidak hanya memperjuangkan hak Ibu Saliah, tetapi juga bertekad agar kejadian serupa tidak kembali terulang di masa depan. Reformasi sistem pengawasan di lapas adalah kebutuhan mendesak,” pungkas Wawan.