MAROS, 30 April 2025 – Seruan keras terhadap kondisi ketenagakerjaan yang dinilai dalam keadaan darurat kembali menggema dari elemen buruh dan masyarakat sipil di Kabupaten Maros. Aksi demonstrasi yang digalang oleh Aliansi Gerakan Rakyat (AGR) Maros berlangsung di kawasan strategis Kabupaten Maros sebagai bentuk desakan kepada pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah tegas dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan dan pengelolaan industri.
Aksi yang dipimpin oleh Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia (FSPBI) Maros itu menyoroti kondisi buruh lokal yang masih belum mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan optimal, terutama di wilayah Pergudangan dan Perindustrian 88, Kecamatan Marusu.
Ketua FSPBI Maros, Akram Lallo, yang juga bertindak sebagai koordinator aksi, menyampaikan bahwa sudah terlalu lama isu ketenagakerjaan diabaikan oleh para pemangku kebijakan. Ia menyatakan bahwa ketidaksesuaian implementasi izin usaha, lemahnya pengawasan, serta rendahnya serapan tenaga kerja lokal menunjukkan bahwa sistem ketenagakerjaan di Kabupaten Maros sedang dalam kondisi darurat.
"Sudah saatnya pemerintah dan DPRD Maros menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat, bukan sekadar membiarkan perusahaan beroperasi tanpa tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kami menuntut penegakan aturan dan kepastian perlindungan terhadap buruh lokal," tegas Akram Lallo dalam orasinya.
AGR Maros menyampaikan sepuluh poin desakan dalam pernyataan sikap yang mereka bacakan, di antaranya:
1. Evaluasi menyeluruh serapan tenaga kerja lokal di wilayah industri Marusu.
2. Penegakan tertib administrasi dalam regulasi perusahaan oleh Disnakertrans.
3. Percepatan pengisian jabatan fungsional Mediator Hubungan Industrial.
4. Peningkatan kualitas SDM lokal sebagai solusi mengatasi pengangguran.
5. Tuntutan akuntabilitas pengelola kawasan industri terhadap dampak sosial dan lingkungan.
6. Inspeksi dan verifikasi izin usaha sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
7. Tindakan tegas DLH terhadap perusahaan yang abai pada pengelolaan lingkungan.
8. Seruan agar pembangunan ekonomi membawa keadilan sosial, bukan semata keuntungan investor.
9. Transparansi dalam pelaksanaan dan hasil Job Fair Kabupaten Maros.
10. Penerapan sanksi kepada perusahaan yang mengabaikan Perda tentang fungsi sosial dan lingkungan.
Aksi ini diakhiri dengan pertemuan antara perwakilan AGR, Disnakertrans, DLH, dan DPRD Maros di ruang rapat DPRD, di mana mereka bersama-sama membahas urgensi pembenahan sektor industri dan ketenagakerjaan di daerah tersebut.
Akram Lallo menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar tentang hak buruh, tetapi juga menyangkut masa depan pembangunan yang adil dan berkelanjutan di Maros. "Kita butuh investasi, tapi bukan yang mengorbankan masyarakat. Pemerintah harus hadir menegakkan keadilan," pungkasnya.