Postingan

Perawatan ruas jalan provinsi Jalan pinding Aceh Timur Diduga cilat-cilat Langgar UU ( DLLAJ ) sangat memBahayakan Pengguna Jalan

 



Merah Putih | Gayo Lues – Rabu, 30 Oktober 2025 | 02:20 WIB



Jalan Licin, Rumput Berserakan, dan Warga Resah

Proyek pemeliharaan jalan provinsi di ruas Blangkejeren–Aceh Timur, khususnya di Kecamatan Pining, kembali menuai sorotan.

Pekerjaan pembabatan rumput yang seharusnya meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan justru menimbulkan persoalan baru.




Berdasarkan pantauan tim Merah Putih, potongan rumput hasil babat dibiarkan berserakan di badan jalan. Kondisi ini bukan hanya merusak pemandangan, tetapi juga membahayakan keselamatan pengendara, terutama saat hujan.


> “Rumputnya dibabat tapi dibiarkan di tengah jalan. Kalau hujan, licin sekali, bisa tergelincir,” ujar Mahlul, warga Pining yang setiap hari melintas di jalur tersebut.


Kondisi serupa terlihat di sepanjang jalan menuju Aceh Timur. Sisa potongan rumput dan lumpur yang mengering di aspal sangat mengganggu kenyamanan pengguna jalan.

Warga menduga proyek ini hanya “kejar setoran” tanpa memperhatikan standar teknis dan pengawasan dari dinas terkait.


Saat dikonfirmasi, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dari Dinas PUPR Provinsi Aceh bidang Perawatan Jalan dan Jembatan awalnya enggan memberikan komentar.

Sikap diam ini menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi dan tanggung jawab proyek yang dibiayai uang rakyat tersebut.


Seorang sumber internal di lingkungan PUPR, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan bahwa proyek ini lebih banyak bersifat formalitas administrasi.


> “Yang penting ada dokumentasi, tanda tangan, dan laporan progres. Kualitas pekerjaan bisa ‘dibetulkan’ di atas kertas,” ujarnya menyindir.


Melanggar UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan


Praktik kerja seperti ini dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU tersebut menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap fungsi jalan dan membahayakan keselamatan lalu lintas.


Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenai sanksi pidana penjara dan/atau denda maksimal Rp25 juta.


Hingga berita ini diterbitkan, belum ada langkah tegas dari aparat penegak hukum. Warga khawatir harus menunggu ada korban kecelakaan sebelum tindakan diambil.


Setelah dikonfirmasi ulang, pihak PPTK akhirnya memberikan pernyataan singkat.

Mereka mengklaim pekerjaan telah selesai, namun pembersihan belum dilakukan karena faktor waktu dan cuaca.


Alasan tersebut justru memperkuat dugaan bahwa perencanaan proyek tidak matang dan pengawasan lemah.


Publik kini menuntut transparansi anggaran dan keterbukaan informasi mengenai kontraktor pelaksana proyek.

Masyarakat khawatir anggaran publik kembali terbuang sia-sia bila pekerjaan hanya sebatas formalitas di atas kertas.


Para pemerhati kebijakan publik meminta Inspektorat Aceh dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek pemeliharaan jalan di wilayah Aceh.

Langkah tegas diperlukan untuk mencegah terulangnya praktik kerja asal-asalan yang merugikan rakyat.


> “Jalan ini milik rakyat. Kalau rusak, kami yang celaka. Tapi kalau uangnya dikorupsi, siapa yang bertanggung jawab?” ujar salah satu pengendara dengan nada getir.


Pekerjaan pemeliharaan jalan seharusnya menjadi bukti kehadiran negara dalam memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat.


Namun, yang terjadi di ruas Pining–Aceh Timur justru memperlihatkan buramnya tata kelola dan rendahnya tanggung jawab birokrasi.


Jika anggaran publik hanya menghasilkan proyek “asal jadi”, maka yang rusak bukan hanya jalan, melainkan moral aparatur negara itu sendiri,kutipan dari media Berita merdeka.net.

(5411180)

Posting Komentar