Bone, 25 Juni 2025 — Sebuah foto yang menunjukkan sosok pria berbaju garis-garis tengah berbincang di sebuah ruangan beredar luas di salah satu grup WhatsApp bernama “Karebanna Bone.” Dalam unggahan tersebut, pria itu dituding sebagai oknum wartawan yang diduga melakukan tindakan pemerasan. Namun, penyebaran foto itu memicu polemik, lantaran pihak yang difoto merasa keberatan dan menilai tuduhan tersebut mencemarkan nama baik.
Berdasarkan penelusuran dan konfirmasi yang dilakukan, penyebar awal foto tersebut diketahui bernama Syahruddin. Dalam percakapan via WhatsApp yang berhasil diperoleh redaksi, Syahruddin sempat mengirim tautan Facebook berisi foto tersebut dan menyebut bahwa yang bersangkutan adalah “teman dari Kepala SMP Negeri 1 Lappariaja, Pak Jasmir.”
Ketika dikonfirmasi terkait identitas pria dalam foto, Syahruddin tidak secara tegas menjawab apakah ia adalah anggota LSM atau wartawan. “Maaf Pak, lagi wasit dulu,” tulisnya sambil mengirimkan foto dirinya yang sedang menjadi wasit di sebuah pertandingan.
Lebih lanjut, dalam percakapannya, Syahruddin mengarahkan agar pihak yang bertanya menghubungi langsung Pak Jasmir, kepala sekolah SMPN 1 Lapri. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Jasmir maupun dari orang dalam foto yang dituding sebagai oknum wartawan.
Foto yang telah beredar di grup-grup WhatsApp dan media sosial tersebut dinilai oleh beberapa pihak sebagai bentuk pembunuhan karakter dan pelanggaran etika, terlebih karena disertai tuduhan serius tanpa verifikasi yang jelas.
Pasal 27 Ayat (3) UU ITE menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” dapat dikenakan sanksi pidana.
Lebih jauh, peristiwa ini juga disoroti dari sisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:
Pasal 1 Ayat (11): “Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.”
Pasal 5 Ayat (1): “Pers nasional berkewajiban melayani Hak Jawab.”
Pasal 5 Ayat (2): “Pers wajib melayani hak koreksi.”
Dengan demikian, setiap pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan atau penyebaran informasi tanpa klarifikasi, berhak untuk menyampaikan hak jawab dan mendapatkan ruang yang proporsional sesuai amanat undang-undang.
Pakar media dan hukum pun menyoroti kejadian ini sebagai bentuk kegagalan etika dalam penyebaran informasi di era digital. “Sebelum menyebarkan informasi, apalagi yang mengarah pada tuduhan, seharusnya dilakukan konfirmasi dan klarifikasi. Jika tidak, ini bisa berujung pada konsekuensi hukum,” kata seorang pemerhati media di Bone.
Redaksi masih menunggu pernyataan resmi dari pihak-pihak terkait, terutama dari orang yang fotonya beredar dan merasa dirugikan atas tuduhan yang muncul di media sosial dan grup WhatsApp.
*Redaksi Sulsel*